Friday, May 25, 2007

Suatu Ketika Itu Dengan Lelaki Tua Di Lereng Bukit Rajegwesi

rumah tua dinding bambu tanpa jendela
uzur
remang-remang di tengah siang
beralas tikar
menyusun selingkar permusyawaratan bertetangga
arisan, saling menyangga beban dan harapan

menyandar tiang utama
lelaki tua menanya kabar keselamatan para bapak perintah negara
aku menjawabnya,
atas restu Pak Tua bersama seluruh warga, beliau sehat dan selamat
namun, Pak tua
masih ramai dikabar radio, televisi, koran dan pasar omongan
merconan ada dimana-mana
lelaki tua itu, menyampaikan nisbat moyangnya
tahun kalih-ewu niki padha nemahi jaman rame nanging ora tata *)
apa itu?
pucukaning negara menika munyuk **)
Maksudnya?
Munyuk niku senengane padha pencolotan sandhuwure tunggak-tunggak kayu sing wonten saurute dalan ***)
Siapa itu tunggak kayu?
Nggih rakyat, wong-wong cilik niki ****)

maka,
sesuatu apa hendak diwujudkan dari mimpi tentang masa depan?
Indonesia tanah-airku, tanah tumpah darahku *****)
Di sana lah aku berdiri, jadi Pandu Ibuku *****)
tetapkan sikap, satukan tekad: ”Bangunlah jiwaNya, Bangunlah badanNya!” *****)


Ponorogo, 21 Nopember 2001




Catatan:
*) tahun duaribu ini adalah jaman ramai, tapi yang tanpa aturan.

**) para pemimpin negara ini monyet.
***) monyet itu sukanya berloncatan di atas tonggak-tonggak kayu sepanjang jalan.
****) ya rakyat, orang-orang kecil ini.

*****) dipetik dari syair “Indonesia Raya” oleh Wage Rudolf Soepratman.

No comments: