Saturday, May 26, 2007

“Dzikir Sepi Dzikir”

(Dzikir:1)

di depan pintu gerbang kota
berdiri para muda mengulum kata, menarikan diam
musik dan nyanyian dibawakan dalam irama sumbang
bergoyang pantat sampai ubun-ubun
segelas angin yang dihirup cukup sudah memabukkan
kata-kata siapa mampu mengusik tidur panjang
di meja tinggal tersisa umpatan

sedikit masuk dari gerbang
kucabut sehelai rambut di ubun-ubun
menegakkannya sebagai tongkat Alif
aku melintasi angin
di pucuk pohon lamtara belalang sembah tenggelam pada
kedalaman telaga dzikir
apa hendak dibincangkan dari naskah peribadatan para pejalan

(Dzikir:2)

menyisir batas antara gelap dan terang
bukan untuk memasuki ruang remang-remang
jagad kesunyataan tidak menawarkan pilihan: hitam - putih
telah dikabarkan tentang hak dan batil, maka
pilihan berdiri pada ruang kepantasan hidup
sebab, dalam gelap tersembunyi terang
dalam terang bersemayam gelap
lalu, dimana diri diantara yang telah ditunjukkan atas
bentangan pewicaraan gelap-terang, hak dan batil
kefitrahan senalar hukum dialektika kesemestaan yang illahiyah
berserulah dalam hati dan pikiranku
bersama, menyertai yang tersisih dan disingkirkan
mengalirkan air
menebarkan angin
menyiramkan terang
memayungkan ampunan
melimpahi kasih
ya, Allah
ya, Huu
ya, Akbar
tempatkan diri diantara yang tidak dilalaikan
pikiran
hati
jiwa
ruh
dan
badannya
tuntunkan ingat pada diri yang
dekil
debu
sampah
dan
jalanan

(astaghfirullahal ’azhiim
laa ilaaha illallaah hu Allah hu Akbar)

(Dzikir:3)

mengetuk pintu Langit, menguak jendela Khalik
mengintip Alif meng-kalam Hak
manusia menarikan dunia
hidup menjadi kata Nafas
hembuslah…
hiruplah….
bermakna bagai nuansa jalan-jalan sepanjang
Marwah hingga ‘Arafah
selesat dari
Al Mukharamah ke Al Aqsa sehingga Sidratul Mun’taha
sungkurlah sujud di haribaanMu berserta Bumi dan Langit
wahai… unjuklah jalan lurus, panjang dan mustakim yang
penuh rakhmah, karomah, ridlo dan barokah
Allahu Akbar

(segelas bir di meja depan itu,
apakah telah menuntaskan dahagamu?)

(Dzikir:4)

ketipung, tam-tam dan seruling dipajang di dinding
organ, piano dan gitar menghias bantal
detak jam menjadi musik abadi
maka, lanjutlah
bercinta dengan waktu
bernyanyi dalam setiap nafas dan
tarikan dzikir.....

(Dzikir:5)

apa yang dapat dinyanyikan ketika
dawai gitar dipetik untuk komposisi satu nada, sedang
partitur lagu ditulis untuk satu tarikan nafas
maka,
lagukan irama damai dalam dzikir.....




Surabaya-Mojokerto, April-Mei 2004

No comments: