Friday, August 24, 2007

Alienasi: “Rantak Gendam Jakarta”





Alienasi (1): “Dilipat Jakarta”


Terengah-engah nafas habis dimakan tenaga
Badan yang terus berlari mengejar-kejar
Diri pun masih luput dari tangkapan
Apalagi mendekap-Nya

Segenap pikiran dicurahkan
Campur-baur
Terselip diantara lipatan


(Jakarta, 23 Agustus 2007)




Alienasi (2): “Bangkai-Bangkai Jakarta”


Benggang-renggang
antara
Ruang
Waktu
dan
Kesadaran

Tiada dirasa sudah
Badan teronggok
‘Ntah dimana



(Jakarta, 23 Agustus 2007)



Alienasi (3): “Budak (Megapolitan) Jakarta”


Sisa badan teronggok
Ruh dan jiwa terserak
Menadah kasihan

Daya tenaga telah
Rampas
Tergulung
Asap, debu dan daki-daki
Jalanan
(Jakarta, 23 Agustus 2007)



Alienasi (4): “Budak-Budak Kerja”


Kerja
Kerja
Kerja

Tanpa hati
Tanpa jiwa
(Jakarta, 24 Agustus 2007)



Alienasi (5): “Nang-Ning-Nung Jakarta”



Nang... Ning... Nung...
Nang... Ning... Nung...
Nang... Ning... Nung...
Nang...
Ning...
Nung...

Neng.....
Hneng...
Meneng...

Lung anjurung, Gung tumelung
Lung anjurung, Gung tumelung
Lung anjurung, Gung tumelung
Ngungkung...

Ya, Hu
Ya, Hak
Ya, Hidup

Tegakkan Alif
Dirikan Tiang
Kalam
Kalam
Kalam

Kalam Hidup
Kalam Hak
Kalam Hu
Hu Allah
Hu Akbar

Hu...
Besut dan luruslah segala lipatan
(Jakarta, 24 Agustus 2007)

Menuju Jakarta di 22 Agustus 2007

Penat
Sesak
Pening
Jenuh
Gerah
Panasnya seperti tempias bara-api neraka

Walau matahari senja bulat merona
Riuh-riah merayu dengan canda dan senyum
Sumringah
Menuju Jakarta kali ini masih juga
Sangat menjemukan
Laiknya menyusur lorong gelap yang sudah jelas
Ujung dan ujungnya
Sarat ketidakmanuwian
Menunggu menjerat

(Dalam Kereta Api Bangunkarta, 22 Agustus 2007)

“Salam Merdeka di 17 Agustus 2007”

Merdeka
Merdeka
Merdeka

Merdeka sebagai layaknya Merdeka

Tanpa umbul-umbul, tanpa bendera
Tanpa kata-kata, tanpa upacara

Merdeka, begitu saja


(Pontianak-Kediri, 17 Agustus 2007)



Sambung-menyambung beberapa pesan pendek dari beberapa kawan untuk “Salam Merdeka” di 17 Agustus 2007, sebagai berikut:


Proklamasi....
penindasan,
ketidakadilan,
korupsi
harus dihapuskan
serta
mimpi rakyat merdeka
dapat diwujudkan

(SMS dari Indro “Gondrong” Wikanto, 17 Agustus 2007 Pkl. 04:23)



Selamat HUT Republik
Semoga kita tak termasuk
golongan penggadai kedaulatan dan
wilayah Republik
Republik didirikan bukan untuk
ditukar dengan “komputer”
MERDEKA!!!

(SMS dari Hari “Iwak” Eskadeyanto, 17 Agustus 2007 Pkl. 13:03)


Oke dee,
Gua lagi merdeka dengan
teman-teman mahasiswa
bersih kampung.
Pulang kampung?

(SMS dari Ahmad Makassar, 17 Agustus 2007 Pkl. 13:42)



Kita telah melawan, Nyo
Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya...

(SMS dari Dewi Jaya, 17 Agustus 2007 Pkl. 14:11)


Merdeka, merdeka, merdeka
Alhamdulillah....
Mari kita bersyukur, bahwa sampai detik ini
Kita masih punya Negara...punya Bangsa dan...
Kemerdekaan

(SMS dari Sunaryanto, 17 Agustus 2007 Pkl. 14:49)



Merdeka
Sekali lagi, Merdeka
Kita bersyukur
Berkat rachmat Allah Swt
Kita mendapat kemerdekaan

(SMS dari Nunu Jumena, 17 Agustus 2007 Pkl. 15:14)

Thursday, August 23, 2007

“ING KUKUNING ANGKARA”

Mbok Biyung Jengandika pundi
Yogandika cinencang tanpa daya
Peteng anggubel milara-nyiksa
Kuku Angkara ‘mbrah kumawasa

Sang Kuwasa lelandhes ‘ukum
Jejubah moral kalungan drajat
Adege mbegagah ngidaki sirah
Mlaku kapiangkuh nggegiles awakku


Biyung, aku kejot, kejet-kejet
Kuwasane njejuwing, ngina, ngiles-iles
Darbeku dirampas, uripku kasemplah
Aku karep wegah pasrah, ‘tan bakalan serah
Aku nora gigrik, ora sudi nyembah
‘Tan ana tembung lara kanggo tangi gumregah
Nggayuh srengenge njejegake Jati Dhiri


Dak selehke Badanku sapata
Katur wangsul boting Ati reki
Ngungkurake dina wingi kang peteng
Niupake pangarep anyar
Sundhul angkasa, sumrambah...


Catatan:
(1) Puisi “Di Kuku Angkara” oleh TK_tatik krisnawati dan dipersembahkan TK_tatik krisnawati untuk Teater Nyai Ontosoroh yang dipergelarkan di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (GBB-TIM) pada 12 – 14 Agustus 2007;
(2) Geguritan “Ing Kukuning Angkara” adalah Versi Bahasa Jawa dari Puisi “Di Kuku Angkara.” Alih bahasa dilakukan oleh Wtgn_watugunung;
(3) Puisi “Di Kuku Angkara” disuarakan sebagai pembacaan puisi oleh Happy Salma;
(4) Geguritan “Ing Kukuning Angkara” (Versi Bahasa Jawa) disuarakan sebagai dendang oleh Sita “RSD” Nursanti.



“DI KUKU ANGKARA”



Bunda Agung Engkau dimana
Anakmu terpasung tiada daya
Gelap mengungkung menganiaya
Kuku Angkara Merajalela


Mereka bersepatu hukum
Berjubah moral berkalung status
Berdiri mengangkang di kepalaku
Berjalan lancang di atas tubuhku


Bunda, kubergetar, menggelepar
Mereka mencabik, menghina dan menginjak
Milikku dirampas, hidupku terhempas
Aku tak mau menyerah, tak akan menyerah
Aku tidak takut, Aku tidak sudi berlutut
Tak ada rasa sakit untuk bangkit berdiri
Menggapai mentari membangun harga diri


Kurebahkan Tubuh yang rapuh
Kuserahkan Hati yang rusuh
Kulepaskan masa lalu yang keruh
Kuhembuskan harapan baru
Ke angkasa jauh... jauh...

(TK / tatik krisnawati)

Thursday, August 9, 2007

Obituari: RIBHAN (Klakah-Lumajang, 1983 – 2007)

Innalillahi wa inna ilaihi roji’un
Doa dan tafakurku mengiringkan kepulangan
Kawan, Saudara, Guru dan Kekasihku
RIBHAN
Ke Rumah Keabadian
Untuk menyatu dengan
Kekasih dan Cinta Abadi-Nya...
Sumber dan Muara dari semua kejadian
ALLAH Subhanahu wa Ta’ala
Shang Hyang Rabulallamin....
Dia, masih sangat muda dan
Dia, telah sampai di
Muara dan Haribaan-Nya
Selamat Jalan...dan
Sempurnalah...

Amin Ya Rabulallamin



(Jogyakarta, 7 Agustus 2007)