Thursday, June 28, 2007

“Pada Sahabat: Secangkir Kopi di Asap Lisong”

Secangkir kopi telah kehilangan daya
Panas dan hangatnya telah usang
Tidak beku, memang
Dinginnya tak lagi nyaman untuk perbincangan bersama
Tarian kata-kata kaku membeku di ujung lidah
Lemparan kerecap bibir terantuk waktu
Terpenggal separuh jalan lapang
Tiada aral
Tiada halang-rintang
Beku begitu saja

Secangkir kopi telah kehilangan tenaga
Panas dan hangatnya sudah lelah
Aku masih harus menghirupnya
Kerja ini harus tuntas
Walau beku dan tanpa kata-kata

Secangkir kopi
Aku tetap menarikannya
Pada ujung asap sebatang lisong




(Jakarta, 28 Juni 2007)

“Pada Sahabat: Esok Pasti Lebih Baik”

Peluk malam dan sayangi ia dengan
Nafas lembut yang mengayun lelap
Hentikan caci-maki itu, walau
Rasa lelah jiwa yang penat oleh kecewa
Cobalah berhitung dari
Butiran-butiran angin yang selalu menari dalam setiap nafas
Pastikan Ruh menyangga tegak badan, bersama
Gemericik aliran darah di seluruh urat-nadi

Malam semakin larut, runduk dan tenggelam
Di kedalaman arus tafakur
Arungi laju angin dengan bentang layar atau kayuhan dayung
Sampan dan perahu zikir

Zikir… Zikir… Zikir…
Lambungkan zikir dan rajutkan
Menaut titik demi titik kerlip bintang-gemintang
Juraikan sebagai kelambu pelangi langit-langit malam
Hiaskan surga di mimpi
Tiriskan benci
Istirahat dan nyenyaklah di tidurmu

Kawan,
Pagi nanti matahari terbit kembali
Bukalah jendela dan pintu
Hiruplah segar
Ambillah tegar
dan
Ayunkan langkah pasti
Hidup!




(Jakarta, 27 Juni 2007)

“Pada Sahabat: Hal Bercakap”

Di atas secangkir kopi hangat
Kita duduk bersama dan berbincang cakap
Menarikan kata-kata yang terus mengalir
Pada arus deras liur di setiap ujung lidah
Menggulir berbutir-butir
Melontar
Melantun
Diantara sela kerecap bibir-bibir manis yang
Berantuk-antuk gelitik gemeritik gigi seri

Dari ujung ke ujung tenggelamkan terus pangkalnya
Tanpa peduli nyeri
Melenggang terus dari A sampai Znya
Dari Satu sampai ke Sembilan,
Kesepakatan kita:
Tanpa Nol
Tanpa Huruf Mati



(Pontianak-Jakarta, Paruh Kedua Juni 2007)

“Pada Sahabat: Menyapa Sapa”

Tersungkur aku pada kedalaman nyenyak
Bangunku sebab dihempas hangat matahari
Yang kau usik dengan lemparan dering telepon
Ah,
Regang otot badan lelah tak juga melunak
Oleh kejutmu yang selintas tadi
Namun jika masih ada sisa di candamu
Itu akan meluruhkan benakku yang serpih oleh waktu
Bagaimana aku mesti menjemput waktumu dan bertemu


(Pontianak, 17 Juni 2007)

“Selamat Pagi 2”

tikamkan embun di hangat ketiak pagi
tak inginkah kau
memeluk hangat matahari




(Pontianak, 17 Juni 2007)

“Selamat Pagi”

Layangkan salam di lepas kedalaman malam
Semburat jingga di langit timur
Terbangkan hangat embun
Tidak kah kau ingin
Menyapa sejuk pagi?




(Pontianak, 16 Juni 2007)

“Hujan Hari Ini”

Ya,
Hujan deras dan
Sangat deras
Sayang sekali,
Kekasihku petir, guntur yang mengguruh dan badai
Tak datang hari ini



(Pontianak, 15 Juni 2007)

“Jakarta di Pagi 28 Juni 2007”



Jakarta,
Sepanjang pagi ini
Disimbah hujan
Deras sekali

Kemarau basah, ia berkata
Itu biasa sekali terjadi
Entah di awal, tengah atau akhir
Awan memang menggelayut rata

Hujan di sepanjang pagi ini
Sekejap sudah melintas
Di awal malam tadi
Deras sekali

Hujan berkah, jangan gelisah
Salamku, selamat pagi
Jaga diri
Jaga hati

(Aku baca berita, kereta api cepat
Meleset roda dan anjlog dari rel
Beruntun ini terjadi
Semua harus lebih cermat dan hati-hati)



(Jakarta, 28 Juni 2007)

Wednesday, June 27, 2007

“Khatulistiwa”

Dalam perhitungan telah kutetapkan
Aku
Bukan selisih maupun sisa-sisa
Bukan pula tambahan maupun penggenap

Titik pijak yang jelas
Sebelum awal sampai berjalan dan berada di tempat pencapaian
Kemudian mengawali lagi dan terus berjalan sampai kesempurnaan
Aku
Pokok dari perhitungan dan perhitungan itu
Aku pulalah penghitung
Diantara hitungan-hitungan yang ditebarkan
Tidak terkecualikan atas dirimu

Aku si Penjelajah yang Kuasa Atas Waktumu



(Pontianak, 16 Juni 2007)

“Tegak Lantang Kibar Sang Saka”

Sampai hancur pun badanku
Ruh dan jiwaku ta’kan undur dari arena
Lang-langku bersama guntur dan petir yang mengguruh badai
Aku berdiri sebagai tiang penyangga Langit dan Bumi


(Pontianak, 14 Juni 2007)

“RAHWANA”

Aku: RAHWANA
Darahku mengalir dari selesah belantara
Meresap pada kedalaman Bumi Lengka
Bumi belah Jagad Selatan
Merayap di setiap sela semak-belukar
Seluas rupa muka tanah hitam
Merambat dari setiap akar menaik di pokok,
Batang, cabang, ranting, dan
Pucuk-pucuk daun
Menapaki aurora
Pancaran gemerlap birahi
Bapa Langit berbantal rekah cantik Bunda Pijakku
Laju melesat angkasa raya
Tapakku menandai awan bertabur kerlip pijar-pijar butiran embun
Tegap tegak
Aku
Menggiring angin, menggembala petir
Mendadar Rembulan
Memanggang Matahari
Aku
Menyisil Bintang Gemintang

Tegas, Kutatap Utara
Suralaya...
Ayudya...
Rama…
Babo-babo-babo-babo….



September, 2006

Thursday, June 7, 2007

“Kepada Kawan”

Musim di tahun ini mengalami ketidakpastian
Anomali!
Angin tidak tentu arah
Hujan-panas lalu lalang semaunya sendiri
Petir menyambuk-cambuk awan,
Berpacu dengan guntur
Tongkat waktu yang dipatokkan pada
Matahari, rembulan dan bintang
Tiada jemunya menakar bumi
Semua bukan perintang bagimu untuk terus berjalan
Apakabar?




Jakarta, 7 Juni 2007

Wednesday, June 6, 2007

“Maaf, sebab aku tak dapat datang di doa bersama Tujuh Hari Alastlogo”

mendengar kabar itu
ruh, badan dan jiwaku
panas membeku

dan hari ini
walau tak sampai wadagku
untuk duduk tafakur bersila bersama
asap dupa
membubung dari ubun-ubunku

sembah sujudku padaMu ya Khaliq
TUHAN Di Atas Segala Haribaan
sempurnakan saudara-saudaraku yang
telah dipulangpaksakan ke Rumah KeabadianMu
bersatu manunggal abadi dalam KasihMu yang Kekal

dalam keyakinanku
tidak akan ada kesia-siaan
sebab telah diserukan pada sekalian alam
tanah ini adalah Hak Kehidupan

maka
padaMu ya TUHAN Di Atas Segala Kejadian
encerkan segera
seluruh hati, jantung, pikiran,
ruh dan jiwa mereka walau sudah terlanjur membatu




Jkt, 6 Juni 2007

Tuesday, June 5, 2007

”Kais”

Jangan banyak "ngedumel" dan "meminta" dalam doamu... percayalah Tuhan itu Maha Tahu dan Maha Memberi yang sebaik-baiknya untukmu...

Ndak usah meminta kalau memang "hak" pasti diberiNYA... kalau meminta itu doanya ya kerja... ya bertindak... semua dengan meyakini atas Kebesaran dan Kedermawanan-NYA

Dia Yang Maha Besar... Dia tidak merasa seperti yang engkau rasakan. Kata "senang"... "sedih"... "marah"... "kecewa"... atau apapun yang namanya "perasaan" ataupun "pikiran" itu yang dirasakan manusia... Dia Yang Maha Tahu dan Berada Di Atas Segala Pengetahuan... Di Atas Segala Perasaan... Di Atas Segala Pikiran... tentu "tidak sekedar" seperti yang kita bayangkan.... Beliau Ada Di Atas Segala Haribaan!

Tanamkan doa dalam setiap nafas... aliran darah... denyut nadi... getar jantung... Tanamkan Ia dalam hidup... Meluruh dan Menyatulah dengan segenap kedalaman Iman (Kesadaran) bahwa Kita Manusia adalah Insan Kamil...

Tegakkan tengadahmu pada Bapa Langit... Sungkurkan kedalaman sujudmu pada Ibu Bumi... Tegaskan berdirimu sebagai Tonggak Alif dan teriakkan kesejatianMu dan serukan Allahu Akbar... Tuhan Maha Besar... Tuhan Menyeru Sekalian Alam... Jagad Kesemestaan... Alam Kenyataan... yang... Illahi rabbul alamin...
(Jakarta, 5 Juni 2007)

”Di Pagi Kerja”

Riuh,
Para pekerja dan lalu lalang orang
Menjejaki pagi membilang siang
Menyisir waktu mengais nasi
Tenaga siapa ditawar para pembeli?
Keringat yang telah deras mengalir
Mengayuh otak menghajar hati
Negeri ini masih dicibir dengan angka
S e t a l i !


Cengkareng, 28 Mei 2007

“Bangsat!”

Sesungguhnya aku tidak ingin sekedar memaki
Sebab
Di malam negeri kaya ini
Bayi dua hari tidur menggeletak di lantai
Beralas kasur tua tipis sekali
Sebab
Di malam negeri gemerlap ini
Bocah umuran dua dan lima tahunan
Tidur begitu saja di pedestrian
Beralas kain tua legam bapaknya
Berselimut selendah tua kasih emaknya
Berkelambu langit dan asap bajai
Berbantal kemelaratan

Babo-babo-babo…
Jangan lari!



Jakarta, 27 Mei 2007

“Ayo!”

Mengapa diam saja?
Angkat kaki, gerakkan badan!
Bersama kita
Bergandeng tangan
Mengadu memadu kepala
Bicara
Bersuara
Bangkit
dan
Bekerja!


Jakarta, 24 Mei 2007

“Makan Siang di 16 Mei 2007”

“… … …”

Alhamdulillah,

telah kusempurnakan
sajian-Mu
semoga hari-hari penuh berkah
ridlo dan kebahagiaan bagi kami,
aku, anak, isteri
keluarga dan seluruh rakyatku

Allahu Akbar!



KA Tatsaka, 16 Mei 2007

“Pulangku di 16 Mei 2007”

kusimpan gelisah dan rutinitas
di laci meja kerja

aku pulang menuai rindu




Stasiun Gambir, 16 Mei 2007

“Diantara Jalur Rel Kereta”

di atas batu picah-picah
dilarang menyeberang
berbahaya!!!



Stasiun Gambir, 16 Mei 2007

“Kaum Pekerja (2)”

di pagi jakarta
mengejar kerja
kereta merayap berdesak
gelisah

republik,
engkau milik siapa?


Stasiun Gambir, 16 Mei 2007

“Kaum Pekerja (1)”

pucat
terperas daya
matamu tetap membara
perkasa





Stasiun Gambir, 16 Mei 2007

“Menanti Waktu (3)”

… … …
… … …
?!
walau peluh membanjiri otak,
bersabarlah!




Stasiun Gambir, 16 Mei 2007

“Menanti Waktu (2)”

… … …
… … …
sampai rambutmu pun berkarat!



Stasiun Gambir, 16 Mei 2007

“Menanti Waktu (1)”

jenuh melenguh
menadah dahaga




Stasiun Gambir, 16 Mei 2007

“Burung Gereja”

sendiri,
melintas hujan pagi
diantara atap stasiun kereta



Stasiun Gambir, 16 Mei 2007

“Basa-basi”

seonggok senyuman
ditumpuk tanpa keramahan




Stasiun Gambir, 16 Mei 2007

“Kereta Lat Berangkat (2)”

“… … …”

tak usah sedih
semua
pasti berangkat




Stasiun Gambir, 16 Mei 2007

“Kereta Lat Berangkat (1)”

“… … …”

maaf,
kami
sudah
biasa
dan
kecewa
begitu
saja

“… … …”



Stasiun Gambir, 16 Mei 2007

“Gerimis Jakarta (2)”

hujan gerimis sepanjang pagi ini
tidak kutangkap petir
dan
gemuruh guntur


Stasiun Gambir, 16 Mei 2006

“Gerimis Jakarta (1)”

gerimis di pancaroba ini terlalu pagi
jakarta berkabut asap
berselimut tempias perca-perca kegelisahan
waktu kami telah basah
kedatangan dan pemberangkatan semua kereta
tunda


Stasiun Gambir, 16 Mei 2007

“Gerimis”

Satu-satu, lurus diagonal
Lesat, menghujam tegas
Butiran air melembing menikam awang-awang
Badanku bersama muka bumiku menerimanya
Segar, melepas gerah
Tunaikan dahaga
Hujan yang lebih sungguhan selalu dinantikan


Wangon, 22.04.2007
(Sekitar 21:30, WIB dalam laju Bus menuju Bandung)