Friday, July 15, 2011

K.O.K.


Atas perhitungan waktu, terminal tujuan sudah semakin dekat

Orang-orang yang jalan berbaris malah semakin ragu,

apakah jalan yang sudah ditempuh sungguh benar

melalui jalur menuju terminal yang telah ditetapkan

Semua bulai berpikir dan takut berujung di kesesatan!

Sesat pikir

Sesat jalan

Sesat tujuan!


Cukupkan waktu berbenah dari kesia-siaan



(Jakarta, 15Juli2011)




Catatan:

Pada pidato kenegaraan di depan DPRRI tanggal 16 Agustus 2006, Presiden mencanangkan pengintegrasian program-program penanggulangan kemiskinan dalam satu payung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Basis program nasional ini adalah Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yang dibiayai dengan sumber dana utang dari Bank Dunia. Sampai kemudia PNPM menjadi ikon pembangunan Kabinet SBY-JK dan SBY-Budiono. Hampir seluruh kementerian memiliki program sejenis ini. Terbesar adalah PNPM yang dikelola Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pekerjaan Umum. Program-program atas biaya utang itu diarahkan untuk meraih capaian MDGs di 2015 dan terutama adalah kemandirian masyarakat dan kerjasama sinergis masyarakat-pemerintah-swasta dalam penanganan masalah kemiskinan dan pembangunan.

Dengan berbagai masalah yang melekat dalam penyelennggaraan dan pengelolaan program, serta kompleksitas persoalan politik pemerintahan dan persoalan-persoalan sosial, ekonomi, budaya dan kewilayahan sampai campur tangan pihak pemberi utangan sampai ke hal teknis dan renyik di operasional lapangan. Berbagai pihak di internal dan eksternal penggiat program pemberdayaan tersebut mulai dihinggapi keraguan dan kegamangan atas jalan, langkah dan pencapaiannya nanti. Salah kelola, salah terap atau salah desain? Ini diantara pertanyaan-pertanyaan yang tampak mengendap dan secara hati-hati tampil dalam perbincangan-perbincangan informal.

K.O.K. adalah puisi pendek atas situasi tersebut.

Obrolan Lepas si “Dadap dan Waru” soal Sikapan atas Inisiasi RUU Kebudayaan: Perlukah Undang-Undang tentang Kebudayaan?

(r-n)


Proses inisiasi regulasi kebudayaan sedang bergulir dan menggelinding. Naskah Akademik sudah dibuat dan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kebudayaan juga sudah disusun. Penggembala inisiatif dan pengendara RUU Kebudayaan telah sibuk memacu-pacu maunya. Berikut adalah obrolan si “Dadap” dan si “Waru” perihal tersebut. Obrolan melalui pesan-pesan persoanal dalam jejaring sosial di internet.

Dadap : Baru memulai membaca RUU Kebudayaan dan Draft Akademiknya.... satu komentarku: jika ruu itu digulirkan dan diundangkan, inilah ujung arena penghancuran... atau "perang brubuh" kemanusiaan bagi rakyat, bangsa dan negeri nusantara Indonesia. SUNGGUH MENGERIKAN!

Waru : Bisa tolong dikasih penjelasan? Perang brubuh apa?

Dadap : Ya... Perang brubuh itu adalah perang besar atau puncak akhir dari perang yang menentukan siapa kalah dan siapa menang! (dan) semua pihak (si menang dan si kalah) akan hancur2an.

Perhatikan keempat-empat pokok pertimbangan RUU dalam "Menimbang":

(1) bahwa bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa yang memiliki keanekaragaman budaya dan bersatu dalam kebhinnekaan perlu memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya di tengah peradaban dunia yang terus berkembang, sehingga jati diri bangsa Indonesia dapat dipertahankan;

(2) bahwa keanekaragaman budaya dan nilai-nilai budaya yang ada di Indonesia sangat rentan terhadap pengaruh globalisasi sehingga dapat menimbulkan perubahan nilai-nilai budaya dalam masyarakat;

(3) bahwa perubahan nilai-nilai budaya dalam masyarakat perlu diarahkan kembali sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya nasional Indonesia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya;

(4) bahwa selama ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus mengenai kebudayaan untuk menjadi landasan hukum dan pedoman bagi Pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan kebudayaan.

Apakah pokok pertimbangan tersebut bukan penjara "harkat dan martabat manusia" atau "perikemanusiaan" dalam kebudayaan?

Waru : Kalau aku baca sepintas, dengan semangat positif dan dengan contoh-contoh soal urusan dengan Malaysia misalnya - semua kalimat itu baik-baik saja (aku naif aja dulu ya).

Dadap : Undang-undang bukan untuk urusan sesaat... urusan dengan Malaysia (seperti Reyog, dll) adalah kasus saja yang diperparah oleh suasana kejangkitan "bangsa ini" oleh penyakit kekerdilan jiwa. Kebudayaan itu bentang luas yang bisa berinteraksi dan hadir dengan siapa saja dan dimana saja. Kalau urusannya industri ya itu soal lain. Soal kebudayaan adalah soal relasional "manusia di dan berhadapan dengan realitas (matter), bersikap (dengan pikiran kritis yang logis dan estetis) dan bertindak (dengan kreatif)." Kesadarannya dilandasi oleh tata kelembagaan yang ada (sebagai bagian dari realitas), bersikap kritis secara personal dan saling berinteraksi dengan yang lain dalam suatu tindakan, membangun ruang "oposisi" dan menciptakan model "budaya tanding" sampai terjadi pengakuan dan mengalami pelembagaan baru. Demikian terus-menerus.

Aku malah curiga terhadap alasan-alasan kalau itu diperkaitkan dengan "kasus" seperti Malaysia... kecurigaanku: ini adalah upaya penciptaan perangkap untuk semakin "memandulkan" dan "membodohkan" manusia di dalam negara ini (karena undang-undang pasti hanya berlaku dalam negara ini). Akibatnya? Manusia-manusia kritis dan kreatif akan semakin "ogah" ada di Indonesia, kecuali menjadi bagian dari mesin dan usaha-usaha kapitalisasi kebudayaan!

(Naif dulu ya gak apa2...)

Waru : Alasan soal Malaysia itu, kalau aku nggak salah, adalah alasan yang dipakai kenapa RUU Kebud ini ingin diadakan. Itu bodoh, tentu, tapi masih termakan banyak orang. Beberapa kali ngobrol dengan beberapa kawan, begitu juga komentar yang keluar.

Dadap : Aku dah ngobrol singkat (sangat singkat) dg kawan anggota DPRRI... komentarnya? Kebudayaan koq diatur pakai undang-undang.... Begitupun beberapa kawan "budayawan akar rumput" di Yogya dan Kediri.

Waru : RUU Kebudayaan: serius, kalau dibaca line by line, semuanya terasa positifkan? Seperti nggak ada apa-apanya... blablabla yang begitu sering kita dengar dalam pidato-pidato birokrat. Ini yang buat aku berbahaya, bikin kita "terlena" bahwa ini hanya blablabla. Jadi bisa saja segera lolos.

Dadap : RUU Kebudayaan: serius. Ya, aku sepakat kalau inisiasi RUU Kebudayaan serius. Serius untuk disikapi! Serius sebagai "wacana" untuk proses kaji dan pembelajaran bersama, karena selama ini tidak ada keseriusan orang mengkaji kebudayaan. Pada posisi ini aku sepakat, kalau itu serius dan sangat serius. Tetapi aku TIDAK PADA POSISI BERSEPAKAT MENJADIKANNYA SEBAGAI UNDANG-UNDANG KEBUDAYAAN!

Bagi saya dan dalam pemahaman saya, KEBUDAYAAN ADALAH RUH DAN DASAR KEDAULATAN. KEDAULATAN MANUSIA DAN KEDAULATAN RAKYAT. KEBUDAYAAN ADALAH RUH DAN DASAR DINAMIKA DAN PROGRESIFITAS. Kalau kebudayaan dikerangkeng dengan pengaturan-pengaturan, maka ia akan menghentikan dan menutup ruang semua gerak maju. Kalau ada satu-dua atau lebih orang di negeri ini bersedia mati berdiri dalam kerangkeng (pengaturan) kebudayaan, maka saya tidak akan ikut-ikut.

Dalam hal demikian, saya berharap dapat terlibat dalam kancah yang sudah ada dengan satu pegangan: "Manusia Indonesia adalah Manusia Merdeka! Rakyat Indonesia adalah Rakyat Merdeka! Bangsa (=Wangsa) Indonesia adalah Bangsa (=Wangsa) Merdeka! Semuanya di seluruh jajaran pulau-pulau dari Sabang sampai Merauke, dari Miyangas sampai Rotte. Semuanya yang ada di wilayah Indonesia maupun di perantauan (luar negeri).

Waru : Tenang, kawan... aku sendiri setuju dengan yang kau tulis di atas. Jadikan ini tempat belajar.... dan....jadi momen merapatkan barisan.

(Sekian Dulu dan Sampai Berikutnya...)

Jakarta, 12/13 Juli 2011




Gelap Remang Purnama Jakarta



Semalam

Merindu

Cahaya

Rembulan

Bertabur

Bintang

Langit

Gelap

Ditimpa

Awan

Bias

Sorot

Terang

Lampu

Kota

Lelah

Diselimut

Kabut

Asap

Jalanan

Lelap

Di

Tujuh-Lima

Bersinggah

Lapar

Merabun

Mata

Menyapa

KAU

Dimana

aku

Terselip

Ditumpuk

Sersah

Sayur

Buah

Dan

Sisa

jakarta telah melempar dan dilempar tuhannya


( Pasar Minggu-Jakarta, 15Juni2011)

Monday, July 4, 2011

Anthurium



kangen
aku kangen
bolehkah?

kangen
kangen aku
bolehkah?

lama tak terurus
berluka
kurus

dengan pot dan media baru
semoga segera pulih
sehat, segar dan bugar kembali


(Jakarta, 4 Juli 2011)

Gugat

Oh...
Negeri impian para kelana
Surga para jenaka
Ladang para periba
Kancah para peculas
Semakin hari
Semakin entah-berentah
Semakin apa-mengapa

Mesti menimbang-timbang apalagi
Demi waktu
Segerakan!

Thursday, May 19, 2011

"Sepi Malam di Langit Mendung Jakarta"

Bintang dan bulan cemberut

Gebyar lampu tidak diminati

Di atas balai-balai bambu

Pojok teras penjara kerja

Matahari tergolek lunglai

Bintang dan bulan cemberut

Dilapis kibasan langit bergerimis

Di atas balai-balai bambu

Pojok teras penjara kerja

Sendiri memantik api

Dihambur jari puntung-puntung

Habis bertumpuk diampas kopi

Sebatang lagi sisa separuh

Tanpa lelah mengasap mata

Bergulung mendung menyapa pagi



Jakarta, Mei 2011

Monday, May 16, 2011

“Memuda Senja”

Seorang kawan sedang sakit, kronis

Seorang kawan lain juga dikabarkan sedang sakit, kronis

Seorang kawan yang lain lagi, dikabarkan pula sakit, kronis

Sebelum-belumnya berita yang dulu sangat jarang didengar

Beberapa tahun terakhir ini datang hilir mudik, silih berganti

Usia memang sudah semakin tua

Ya:

“Usia memang sudah semakin tua”

Ya:

“Duapuluhlima tahun!”

Soal-soal keasamuratan

Soal-soal kekolesterolan

Soal-soal kepusingan

Soal-soal keterengahan

Soal-soal kelelahan

Soal-soal kelemahan

Apapun sebutan gangguan kekeroposan dan keberkaratan

Pijit-kerik badan dan segenap rawat-jaga kesehatan

Klinik, rumah sakit maupun pembaringan rawat rumahan

Soal-soal kesakitan

Soal-soal kesehatan

Soal-soal kegemukan

Soal-soal kekurusan

Soal-soal penuaan

Ya,

“Usia tetap dan pasti: Duapuluhlimaan!”

Jakarta, 16 Mei 2011

Monday, May 2, 2011

Kado Kata Pesta Kawin 2011

Sama berasal dari setetes air mani dan segumpal darah Hidup

Tumbuh diinang dan terlahir oleh Rahim Perempuan

Berdiri disangga dua kaki dan berkacak dengan dua tangan

Mulut sama-sama menganga menadah kunyah panganan

Hidung mengendus hirup bernapas angin

Dan semua tentang dirimu, diriku dan mereka

Apa yang telah membeda?

Dalam pesta-pora penuh gegap-gempita

Aku masih mengingat perihal

Keringat, darah dan air mata

Serpih-serpih daging, tulang-belulang dan rongsokan jasad

Kakek, nenek dan moyangku

Tanah, air dan hasil bumi Bunda Pertiwiku

Tersampir ikut melekat sebagai riba dalam setiap darah, daging dan nafasmu




Watugunung

Jakarta, Setelah April 2011

Tuesday, April 19, 2011

"Jantera"

Ada diadakan sebagai Suruhan
Melaku tanpa hendak ingkar melawan
Diragai segenap kelengkapan daya tegak
Berserah menggerak tapak mengarung alur-aliran samudera lakon

Memenuhi syaratnya hidup badan ragawi
Merunduk sungkur membubung nafas menghembuskan serah
Bersama segenap serpih-serpih jiwa-raga tumbuh hidup, seluruh dzat dan segala bentuk
Menyelam di kedalaman sujud, berserah Hu:pada Hidup, pada Haq



Jakarta, April 2011

“Tlulur”

Tengah hari telah lewat separuh lebih lagi
Pernah Aku sampaikan pada AKU
Jika aku sudah sampai pada ufuk
AKU akan menjemput Aku
AKU mengembalikan aku
AKU menyempurnakan satunya aku-Aku
 
Kepada aku semalam Aku bersapa
Berbenah pada sisa waktu
Bersama menunaikan janji
Mungkin tidak sempurna tuntas

Tugas memang belum usai

Meniti penggal lorong bentang menuju ufuk
Semoga aku
Semoga Aku
Semoga AKU
Semoga Aku
Semoga aku
Menerus pijak
Ikhlas mencapai tuntas
Menyatu bersamakuKuKUKuku

 

Jakarta, April 2011

Friday, April 15, 2011

Hening di Senja Tua

Daun-daun mulai kuning, merantak
Ranting-ranting mulai kering, meranggas
Batang-batang mulai lepuh, melapuk
Akar-akar mulai luruh, membusuk
Ruang
Waktu
Berbatas ufuk
Semburat jingga warna langit senja
Membayang di selewat tengah hari
Istirahat menunggu nyenyak
Melepas lelah dan penat 
Melurus halus keriput
Melelap tafakur
Pada henang
Pada hening
Pada henung
Pada Hu
Pada Hak
Pada Hidup
Pada Hyang
Rabbul ‘Alamin
Amin
Amin
Amin ya Rabbal ‘Alamin

Watugunung

Pejaten, Jakarta
Jumat, 15 April 2011