Tuesday, October 30, 2007

"MASSA URBAN: ARUS BALIK LEBARAN 2007"





MASSA URBAN (1)


kereta melaju semakin maju
tambah waktu, tambah stasiun
tambah penumpang
menumpuk rapat, memadat
masih banyak lainnya bergerombol
menunggu tumpangan kereta yang
kemudian



MASSA URBAN (2)

berarak menyemut menuju angan
tumpukan gula-gula jakarta
sebagian umum telah menjadi sisa-sisa
terkapar
mati diri, mati hati



MASSA URBAN (3)

kawan duduk keretaku, berucap
mereka di jakarta pasti akan berubah
lebih beringas, lebih ganas
lebih tangguh, tanpa unggah-ungguh



MASSA URBAN (4)

tetangga duduk yang lain, ibu muda
dua tahun umur anaknya

aku pulang ke anak dan suami di jogja
setiap minggu
sabtu sore berangkat dengan kereta senja
pagi datang, siang bercanda, sore hari
beranjak pergi dengan progo, kereta ekonomi
lepas subuh sampai, berbenah dan kerja lagi
pukul delapan pagi sampai sebelas malam
pulang membaring sisa-sisa badan di sisa-sisa waktu
apakah aku masih manusia?
acap kurasa sepertinya nyaris bukan
aku berada diantara kemanusiaan dan komersialitas kebendaan

tiada tanya: apa, siapa, mengapa, bagaimana
dimana dan sampai kapan?



(Kereta Ekonomi Progo, minggu malam _ 28 okt 2007)


Monday, October 29, 2007

“Di Pijak Awal Penghujan Ini”

Selamat Datang

Awan
Mendung
Gerimis
Hujan
Guntur
Guruh
Angin dan
Petir

Aku merindukan kehadiranmu
Seluruh tentang dirimu

Salam manisku



(Jakarta, 29 Oktober 2007)

Friday, October 5, 2007

"Kalau Sakit, sebentar saja dan Segeralah Sembuh"

Untuk Al Hadi Mustaqim



Sakit itu biasa…. sebab,
Badan juga perlu istirahat
maka,
Tunaikan istirahatmu, sejenak saja
Segerakan sehatmu dan bangkitlah dari
Tempat tidur empukmu itu…
Ayo berdiri
Ayo berjalan
Ayo berlari
Ayo bergerak
Bergerak, dan
Bergerak lagi

Lekaslah sembuh dan sehat kembali.


Jakarta, 5 Oktober 2007

Wednesday, October 3, 2007

"Berita di Ujung Sya’ban"

Bersama Saudaraku, Ahmad Makassar





Apakabar, mas
Rembulan di Cibulan, tetapkah bersinar?

Purnama tersisir tebasan gerhana
Rembulan sunyi di gelap remang
Sedih meringis, kesakitan
Rembulan basah disimbah airmata
Diam terkancing tiada jera
Kukabarkan pula
Saat ini
Aku tengah memulung hujan di
Siang kamarau nan rawan

Oh!
Biarlah rembulan lebur dalam
Ramadhan suci dan sunyi
Biar tak ada yang mengetuk pintunya.

Begitulah
Sepi menukik sunyi menuju keheningan
Senyap
Biarkan hening kesendiriannya
Berkawan arus pusaran Zikir
Nyaman
Berasa tanpa rasa

(Senyap, tiada jawab
Teguh berzikir mendalam dalam Zikir Teguh)

Teguh… Teguh… Teguh… Teduh lah Teguh
Teduh… Teduh… Teduh… Teguh lah Teduh
Teguh… Teguh… Teguh… Teduh lah Teguh
Teduh… Teduh… Teduh… Teguh lah Teduh
Teguh…Teduh…Teguh…Teduh…Teguh…Teduh…
Teguh…


(Jakarta, 7-9 September 2007)

“Hmm…?!”

di atas tikar tua lusuh dirajang waktu
bokongmu
ragu, merambang angin

kutahu
kau takut kudisan?!
'nggak gitu, kau bilang
kau takut kembung?!
'nggak juga!
kenapa?
aku takut susah berpikir, jawabmu
aih... kok begitu?!
iya..., kau bergidik genit

oh, maaf
hanya lembar ini alas duduk yang tepat untukmu
mengapa?
agar kau lebih tegas bercakap
merambang kemiskinan, seperti dudukmu kini
ragu, merambang angin




(jkt, 090806)

Sejenak, Setelah Cabut Gigi

......

Merah
Putih
Jingga
Warna ludahku


Kediri, 12 Juni 2006

”Wahai, Angin...!”

Cempe... Cempe...
undangna barat gedhe
tak upahi duduh tape...

Cempe... Cempe...
undangna barat gedhe
tak upahi duduh tape...


Anak-anak gembala
bertarik-dendang mengundang angin
menjaga tarian layang-layang

Angin... Angin...
Datanglah
Semilir kuat
Jangan memuting-beliung


(2001, sebelum 12 Agustus)

”Pada Suatu Minggu, 12 Agustus 2001”

(1)


Tanah dan Batu dan Pasir
dan Kerikil dan Kayu dan
Kering

Kemarau ini
panasnya melengking



(2)


Ternyata,
Kemerdekaan ini
Tidak dibayar tunai
Seperti apa katanya



(3)


Pena,
yang semestinya untuk menulis
surat jawaban itu,
telah patah pengkait tutupnya.

Ia,
tidak lagi siap
menggantung di saku


(Minggu, 12 Agustus 2001)